GARUT | Jerathukumnews.net
HENING tak bersuara. Mereka hanya diam, tak banyak bicara. Ada yang sedang berbaring, ada pula yang duduk di atas kursi. Wajah yang sebelumnya memucat kini sudah kembali normal.
Tak ada sekat antara mereka dan para tenaga medis. Kedekatan itu terasa dalam setiap tatapan dan sentuhan, seolah ruang perawatan menjadi tempat berbagi harapan dan kekuatan.
Perlahan darah mengalir ke tubuh mereka dari tiang infus yang dipasangi kantong darah di Instalasi Thalassemia, Gedung Onkologi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Selamet Garut.Rabu (17-12-25)
Pagi itu ruang Poli Instalasi Thalassemia RSUD Selamet seakan terasa sesak. Seluruh kasur dipenuhi pasien yang melaksanakan transfusi darah. Sebagian mereka bahkan hanya bisa menunggu sembari melakukan transfusi di atas kursi.
Ruang itu rutin mereka kunjungi sebulan sekali. Ruang poli tak terlalu lebar dan sedikit memancang itu menjadi tempat untuk mereka menyambung hidup.
Penyakit darah berupa thalassemia yang diderita, memaksa mereka harus menjalani transfusi seumur hidupnya. Ketika tak ada stok darah, maka harapan untuk bertahan hidup semakin berkurang.
Hal itu pula yang dirasakan Maryani (42) warga Garawangi, Tanjungmulya ,Pakenjeng,Kabupaten Garut. Satu puteri menderita penyakit genetik tersebut Amelia (13)
Saat teman-teman sebaya asyik bermain, Amelia harus menjalani transfusi darah setiap bulan. Kondisi mereka tidak memungkinkan untuk bermain secara berlebihan, karena tubuh mereka mudah lelah.
Aktivitas fisik yang berlebihan dapat menurunkan kadar hemoglobin (Hb), yang berdampak pada penurunan kesehatan secara keseluruhan. Keduanya juga kerap mengalami mimisan, baik saat tidur maupun ketika sedang makan.
Di usia yang masih belia itu, mereka harus menjalani transfusi darah seumur hidup. Saat M.A.Zakariyya S.E berkunjung ke rumah mereka di Kp Garawangi RT 01/03 Tanjungmulya Pakenjeng Garut,Selasa (16/12/2025), Amelia sedang duduk menyendiri di kursi ruang tamu dengan tatapan muka polos dan kosong.
Kulit ananda Amelia mulai tampak gelap akibat kelebihan zat besi efek transfusi darah tersebut. Tubuh dia tidak tampak seperti anak-anak pada umumnya, digerogoti penyakit yang mereka derita. “Amelia umurnya sudah 13 tahun, tapi hasil ronsen dokter, kerangka tubuhnya kayak anak umur 8 tahun,” kata Maryani.
Yani sendiri memiliki satu orang anak. Yang didiagnosis menderita thalassemia sejak umur tiga bulan.
Yani tinggal di rumah panggung dengan suami dan satu puteri. Yani sehari-harinya bekerja sebagai buruh pedagang gula merah kawung yang mana pendapatannya tidak menentu.
Dalam sebulan ia hanya mendapatkan upah antara Rp 400 ribu hingga Rp 600 ribu. Uang tersebut ia gunakan untuk belanja sehari-hari, hingga biaya perjalanan ke RSUD dr Selamet Garut untuk melakukan transfusi darah anak semata wayangnya.
Uang serba pas-pasan, memaksa Yani harus mencari pekerjaan tambahan. Suaminya Abdulloh (48), tidak bisa membantu banyak karena pekerjaannya serabutan.
Terdiagnosa sejak Balita
Yani bingung ketika puteri amelia didiagnosa thalassemia oleh dokter. Awalnya ia mengira hal itu hanyalah anemia biasa. Namun saat mengetahui bahwa itu thalassemia, hatinya seketika menjadi hancur.
Tak sanggup ia membayangkan anaknya harus mengalami ketergantungan darah pada orang lain untuk bertahan hidup. “Pas tahu itu sedih sekali. Karena Amelia masih usia tiga bulan. Amelia ini lahir normal, dan dari keluarganya nggak ada riwayat terkena thalassemia,” ujarnya.
Sudah tak terhitung berapa kantong darah yang sudah masuk ke dalam tubuh anaknya.mulai dari usia tiga bulan sampai hari ini usia tiga belas tahun, Hal itu juga berefek pada tumbuh kembang Amelia yang semakin hari semakin membuncit perut Amelia.
Gejala awal, anaknya sering sakit-sakitan dengan kondisi badan memucat. Organ limpa anaknya kala itu sudah mulai membengkak. Sebelumnya, ia sudah beberapa kali membawa anaknya bolak-balik ke rumah sakit untuk menjalani perawatan.
Namun kondisi yang sudah berkepanjangan, membuat dirinya semakin gelisah. Perawat dari RSUD dr Selamet kemudian menyarankan dirinya untuk menemui dokter spesialis yang membidangi penyakit anak di RSUD dr Selamet.
Di sana ia baru mendapat kabar bahwa anaknya menderita thalassemia. Pihak rumah sakit menyarankan agar anaknya melakukan transfusi seminggu sekali dan dua minggu sekali.
Namun, akibat terkendala biaya, memaksa Yani harus menunggu lebih lama agar anaknya bisa melakukan transfusi. Per 30 hari, ia baru membawa anaknya menjalani transfusi darah di RSUD dr Selamet. Hal itu dilakukan karena ia juga harus bekerja berjualan gula kawung.“Amelia dia sekali transfusi harus dua kantong,” ucapnya.
Thalassemia sendiri merupakan penyakit kelainan darah yang diturunkan secara genetik dan menyebabkan tubuh memproduksi lebih sedikit hemoglobin dibandingkan normal.
Hal ini mengakibatkan sel darah merah lebih cepat rusak dan kekurangan darah (anemia), sehingga penderitanya sering merasa lelah dan pucat. Gejala bisa ringan atau berat, dan untuk kasus yang parah mungkin memerlukan transfusi darah seumur hidup.
Ada efek samping yang dirasakan, sehingga Amelia buah hatinya itu harus lebih cepat melakukan transfusi darah. Sebab jika terlambat, Hb anaknya akan turun dan dapat merusak perkembangan tulang Amelia.
Selama ini pihak pemerintah desa Tanjungmulya tidak ada perhatian sama sekali,bahkan rumah sekdes berdekatan sama saya tidak memberikan bantuan apapun , padahal seharusnya pihak desa memberikan bantuan atau minimal untuk mengantar Amelia ke RSUD dr Selamet Garut. Kan ada yg namanya mobil siaga atau ambulance.tegasnya.
Perasaan sedih tak bisa ia tutupi saat melihat amelia harus melakukan transfusi darah seumur hidup. Ruang mereka bermain semakin berkurang.
Acap kali Yani menerima pertanyaan dari Amelia sampai kapan amel menjalani transfusi dan apakah amel akan sembuh? Pertanyaan itu membuat Yani terdiam, tak kuasa memberi jawaban sejujurnya.
“Kalau Rabu ini nggak pergi (transfusi darah) gimana.Dia jawab, nggak bisa main dan pusing,” kata amel
Hal yang membuat yani merasa tertekan, ketika dirinya harus mengerjakan semuanya serba sendiri. Terlebih suaminya yang buruh tani dan penghasilan yang ia dapat hanya Rp 600 ribu per bulan, ia kian merasa terpuruk.
Namun, ketika membayangkan kesehatan anaknya, mendorong Yani lebih semakin semangat. Saat berkumpul dengan para pasien thalassemia di rumah sakit, seakan menjadi penguat bagi Yani.
Dirinya sendiri sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi sesuai dengan kehendak Yang Maha Kuasa. “Alhamdulillah sampai malam ini pihak pemdes Tanjungmulya tidak ada bantuan sama sekali dan Yani bersyukur ketika ketemu sama pak Zakariyya.terangnya
“Yang penting jangan tampakkan kesedihan saya di depan amelia. Mengakalinya, terkadang saya sogok juga amelia supaya mau ditransfusi,” tambahnya.
Dirinya hanya berharap agar anak-anak thalassemia mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Khususnya dari segi bantuan. Harusnya anak-anak melakukan transfusi seminggu sekali, karena terhambat biaya, dirinya hanya bisa melakukan satu bulan sekali.
“Biaya kita nggak ada. Sehari-hari aja susah, beras sering habis. Makanya kita sering minta bantuan ke siapapun” pungkasnya.
Penulis Zakariyya/Dayat

