Pembekalan Kesehatan Rumah Tangga bertajuk Komunikasi, Informasi dan Edukasi ( KIE ) - JERAT HUKUM NEWS

Selasa, 30 September 2025

Pembekalan Kesehatan Rumah Tangga bertajuk Komunikasi, Informasi dan Edukasi ( KIE )


TAMBUN SELATAN | jerathukumnews.net

Sebuah kegiatan bertajuk Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Keamanan dan Mutu Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang digelar di GOR Buwek Sport Club (BSC), Griya Asri 1, RT 02 RW 022, Desa Sumberjaya, Kecamatan Tambun Selatan pada Senin, (29/9/2025) menuai sorotan publik. Acara yang sedianya menghadirkan Anggota Komisi IX DPR RI, Drg. Hj. Putih Sari, tersebut justru digelar tanpa kehadiran yang bersangkutan.

Kegiatan ini memang secara administratif bertema sosialisasi dari Kementerian Kesehatan RI bersama Direktorat Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan. Namun, kejanggalan mencuat saat masyarakat menyadari bahwa agenda ini tidak sepenuhnya dijalankan oleh pihak yang berkepentingan langsung. Justru muncul nama politisi lokal dari Komisi II DPRD Kabupaten Bekasi, Darissalam, yang disebut mengakomodir acara ini melalui yayasan miliknya.

Ketua PAC Partai Gerindra Tambun Selatan, Nanang Kosim, yang juga menjadi panitia kegiatan, mengungkapkan adanya ambiguitas dalam pelaksanaan acara. “Sekalipun kegiatan ini merupakan sosialisasi dari Kementerian Kesehatan RI bersama anggota Komisi IX DPR RI, Drg. Hj. Putih Sari, namun pada praktiknya, semua diakomodir oleh Pak Darissalam melalui yayasannya. Ini fakta lapangan,” ungkapnya.

Ketidak hadiran Putih Sari pun dipertanyakan. Meskipun namanya dicantumkan dalam materi acara dan disebut sebagai bagian dari kegiatan DPR RI, ia tidak tampak hadir memberi sambutan virtual. Warga menduga ini bukan sekadar kendala teknis, melainkan indikasi lemahnya komitmen politik terhadap konstituen.

Kritik keras juga datang dari tokoh lingkungan. Ketua RT 02 RW 022 Desa Sumberjaya, Hamidih, menyampaikan rasa kecewanya terhadap eksklusivitas undangan. “Yang diundang hanya segelintir warga, itu pun bisa dihitung jari. Padahal kegiatan diadakan di wilayah kami. Seharusnya ini momen edukasi publik, bukan kegiatan elitis," katanya.

Senada dengan itu, eks Ketua RT, Bapak Tobrih, menyuarakan keprihatinan. Ia menilai kegiatan ini minim manfaat karena substansi utama, yaitu alat kesehatan, bahkan tidak disiapkan secara konkret.

"Katanya sosialisasi alat kesehatan, tapi alat kesehatannya nggak ada. Ini seperti formalitas belaka, tidak ada dampak ke masyarakat,” ujarnya.

Pertanyaan yang kemudian mengemuka adalah: apakah kegiatan sosialisasi ini bisa menggantikan fungsi reses bagi anggota DPR RI? Jawabannya tegas: tidak bisa. Dalam sistem ketatanegaraan, reses dan sosialisasi adalah dua hal berbeda secara hukum dan administratif. Reses merupakan kewajiban formal anggota dewan untuk menyerap aspirasi rakyat, sedangkan sosialisasi adalah program tambahan yang tidak wajib dan bersifat informatif.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (UU MD3) dan Tata Tertib DPR RI, reses adalah bagian dari kewajiban konstitusional anggota DPR RI. Reses dilaporkan secara resmi ke fraksi dan pimpinan DPR, memiliki anggaran khusus, dan dijalankan tiga kali dalam setahun. Sebaliknya, sosialisasi tidak menggugurkan kewajiban reses, tidak wajib dilaporkan, dan bisa saja difasilitasi kementerian atau lembaga non-DPR.

Jika kegiatan sosialisasi ini dibiayai dari APBN atau anggaran negara dan nama anggota DPR RI dicantumkan sebagai pelaksana tetapi tidak hadir, maka berpotensi menimbulkan konsekuensi administratif dan etik. Bahkan, bisa menjadi temuan dalam audit lembaga negara seperti BPK atau APIP, apalagi jika tidak ada pelaporan pertanggung jawaban yang sah.

Dalam kasus ini, jika benar kegiatan dibiayai oleh negara dan dicantumkan sebagai bagian dari kegiatan anggota DPR RI, ketidakhadiran Drg. Hj. Putih Sari dapat dikenai konsekuensi etik atau sanksi administratif, terlebih jika kegiatan ini diklaim sebagai bagian dari tupoksi legislasi atau pengawasan DPR.

Selain masalah substansi dan kehadiran, persoalan komunikasi juga menjadi sorotan. Tidak ada pemberitahuan luas kepada masyarakat sekitar, sehingga banyak warga yang merasa terpinggirkan. Hal ini tentu bertolak belakang dengan semangat sosialisasi, yang seharusnya inklusif dan menyentuh sebanyak mungkin masyarakat.

Kegiatan seperti ini seharusnya menjadi jembatan antara masyarakat dan kebijakan publik. Namun, jika pelaksanaannya minim transparansi, kurang partisipatif, dan menimbulkan prasangka politis, maka justru kontraproduktif terhadap tujuan utama sosialisasi itu sendiri.


( Manna D Saragih )

Comments


EmoticonEmoticon

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done